Kamis, 22 September 2011

Pengukuran tingkat produksi telur

Produksi telur dicatat dengan tujuan untuk mengetahui tingkat produksi yang dihasilkan setiap hari, sehingga dapat dibandingkan dengan produksi sebelumnya.

Ada beberapa standar yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:

  • HD (Hen - day)
    HD (Hen - day) merupakan perbandingan antara produksi telur yang diperoleh hari itu dan jumlah ayam pada hari itu juga, dikalikan dengan 100%, yang dirumuskan sebagai berikut:

    HD = (JP/JA) x 100%
    JP = Jumlah Produksi
    JP = Jumlah Ayam

    Misalnya:
    Produksi hari ini = 845 butir
    Jumlah ayam hari ini = 1000 ekor

    maka, HD = (845/1000) x 100% = 84,5 %

  • Produksi Mingguan


    HD= (Jumlah telur selama 1 minggu / Jumlah rata-rata ayam dalam 1 minggu) x 100 %

    misalnya:
    Jumlah rata-rata ayam dalam 1 minggu: 998,57 ekor
    Jumlah telur dalam 1 minggu: 5.758 butir

    =(5758/998,57) x 100% = 82,38 %

  • Pengafkiran
    Secara alami, produksi telur semakin menurun karena faktor umur yang semakin tua. Dengan alasan semacam itu, maka ayam petelur tidak layak dipelihara lagi, karena biaya produksi menjadi lebih tinggi dibandingkan penerimaan hasil penjualan telur. Hal ini secara sederhana dapat diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut:

    (PT x HT) - (KR x HR + BP)

    PT = Produksi Telur
    HT = Harga Jual Telur
    KR = Jumlah Ransum
    HR = Harga Ransum
    BP = Biaya Pemeliharaan

    Jika hasil pengurangan itu mendekati nilai nol atau negatif, maka peternak harus mengafkir kelompok ayam dipeliihara tersebut secara massal. Sebab ayam yang semakin tua akan menjadi beban, karena biaya produksi sudah lebih besar daripada pendapatan.


Senin, 19 September 2011

mengapa rentang harga telur dari peternak sampai konsumen cukup besar?

"berapa harga telur se kilo bu?',
"empat belas ribu",
"kok mahal ya?"
"ya memang sudah mahal dari kulakannya lho bu....".

Kira-kira seperti itulah percakapan antara pembeli dan penjual eceran di pasar tradisional. Sekilas pikiran kita terbawa kepada harga jual dipeternak. Mungkin dengan harga eceran segitu di peternak harganya masih disekitar 10800 - 11000 an.Wah... besar sekali ya untungnya pedagang telur. Pasti seperti itu dipikiran kita yang belum benar-benar tahu bagaimana sebuah rantai distribusi telur itu.

Perlu kita ketahui bahwa distribusi telur itu untuk sampai ke konsumen melalui beberapa tahap, jadi tidak langsung dari peternak langsung diecer ke konsumen. Sebagai gambaran, untuk distribusi telur di blitar kira-kira seperti ini, dari peternak telur diambil oleh pengepul, kemudian ke distributor, dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke Distributor di luar kota. Selanjutnya dari distributor ini telur di distribusikan lagi ke agen/grosiran, dari grosiran baru ke pengecer dan dari pengecer terus ke konsumen.

Misalkan harga dari peternak 10800, maka pengepul akan menjual ke distributor 11.000, tentu saja ini bukan merupakan keuntungan bersih, karena masih harus di potong dengan biaya operasional dan biaya transportasinya dari peternak sampai ke gudang. Misalkan saja pengepul ini mempunyai omset 4 ton dalam 1 minggu, kelihatannya untungnya sangat besar yaitu sekitar 800.000 dalam 1 minggu. Tetapi... harus kita sadari bahwasanya angka 800 ribu itu tidak diperoleh dalam 1 hari. Tetapi dalam 1 minggu. Karena pengambilan dari peternak itu waktunya tidak bersamaan, sehingga tiap hari harus selalu mengeluarkan biaya transportasi dan biaya operasional untuk karyawannya. Anggaplah biaya operasional dalam 1 hari tersebut untuk bensin dan karyawan adalah 75 ribu, maka keuntungannya pun sebenarnya juga cuma 175 ribu dalam 1 minggu atau 25 ribu per hari. Tidak besar kan? apalagi dengan keuntungan sebesar itu masih dihadapkan lagi pada resiko fluktuasi harga turun dan perawatan transportasinya.

Selanjutnya dari pengepul ini telur dibeli oleh distributor untuk dikirim ke luar kota. Misalnya di dikirim ke jakarta. Distributor biasanya mengambil keuntungan sekitar 100/200 rupiah per kilo untuk penjualannya. Biaya transportasi untuk pengiriman 1 truk sampai jakarta adalah 2.000.000,- rupiah. Jadi jika truk tersebut dimuati telur hingga 4 ton maka biaya per kilo nya sampai jakarta adalah 500 rupiah. Sehingga harga telur tersebut sampai di distributor besar jakarta sekitar 11600/11700. Kalau melihat sekilas lagi, keuntungan distributor ini cukup besar yaitu sekitar 400 ribu sampai 800 ribu dalam sekali kirim. Tetapi perlu juga kita ketahui bahwasanya keuntungan tersebut juga belum merupakan keuntungan bersih, melainkan masih dipotong lagi dengan ongkos ng- fok telurnya ke truk dan resiko komplain susut timbangan atau bentes (telur pecah) dari pembelinya dijakarta. Belum lagi resiko diperjalanan harus ditanggung oleh para distributor ke luar kota ini.

Distributor besar ini biasannya mengambil keuntungan sekitar 300-400 rupiah per kg nya untuk penjualan ke agen besar atau grosiran sehingga harga sampai ke grosir sekitar 12000/12100 per kg nya. Sekilas kita juga melihat ini merupakan keuntungan yang cukup besar. Tetapi jika kita kaji lebih jauh lagi ternyata juga tidak seperti yang kita bayangkan. Distributor besar ini masih harus dibebani dengan biaya operasional turun naiknya telur, biaya operasional memindah telur ke kotak jika distribusinya ke agen dengan kotakan, juga biaya transportasi ke agen atau grosirannya. Belum lagi telur 4 ton tersebut bisa habis dalam 1 hari, bisa 3,4 atau bahkan 1 minggu. Sehingga rentan juga terhadap krugian yang disebabkan oleh fluktuasi harga.

Selanjutnya dari grosir, telur diambil oleh pedagang pengecer. Pedagang pengecer ini biasanya mempunyai omset per hari sekitar 10-20 kg. Jika agen/grosir tadi mengambil keuntungan 200/300 rupiah per kg nya, maka harga sampai pengecer ini sekitar 12300/12400 per kg nya. Karena pengecer hanya mempunyai omset sekitar 10 - 20 kg per hari, maka wajar saja jika mereka mengambil keuntungan sekitar 1000 sampai dengan 1500 per kg nya, sehingga harga telur sampai konsumen itu bisa sampai sekitar 14000 an. Bagaimanapun para pengecer ini juga harus menanggung biaya hidup juga, dan dengan keuntungan sekitar 20 ribu sampai 30 ribu per hari dari penjualan telurnya tersebut menurut saya wajarlah dia dalam mengambil keuntungan tersebut.

Jadi seperti itulah sebuah gambaran mengapa rentang harga telur itu dari peternak sampai kekonsumen cukup tinggi. Terkadang kita menganggap bahwa pekerjaan orang lain itu lebih enak dari pada kita, demikan juga seringkali orang lain menganggap pekerjaan kita itu lebih enak dari pada pekerjaannya. Orang jawa bilang "urip kuwi cuma sawang sinawang" atau hidup itu cuma saling melihat, enak menurut yang kita lihat belum tentu enak bagi yang mengerjakan. Jadi enak atau tidak enak suatu perkerjaan itu tergantung dari bagaimana kita menikmati pekerjaan tersebut dan bagaimana kita mau mensyukuri apa yang kita peroleh.


Rabu, 14 September 2011

Perkandangan sapi perah

Kandang sapi perah didaerah tropis semestinya disesuaikan dengan kondisi iklimnya. Didaerah tropis, perbedaan suhu udara dan kelembapan antara siang dan malam hari serta antara musim hujan dan musim kemarau umumnya tidak begitu nyata. Dengan demikian, kandangnya pun harus diupayakan untuk mempertahankan suhu dan kelembapan dalam dalam kandang tetap rendah agar sapi perah yang sebagian besar dari daerah dingin tidak mengalami heat stress.

  • Kandang pedet
    Pedet yang dimaksud yaitu anak sapi perah dari lahir hingga disapih. Tujuan pembuatan kandang pedet adalah untuk memudahkan dalam pengoperasian dan pembersihan sehingga akan meminimalkan angka kematian pedet. Sejak dilahirkan sampai umur tiga hari, pedet harus dengan induknya dan diletakkan dikandang khusus agar mendapat kolustrum langsung dari kelenjar ambing induknya. Setelah itu, pedet dapat ditempatkan dalam kandang individual (single box) sampai disapih sekitar 4 bulan.

    Kandang individual berukuran panjang 150 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 125-150 cm. Bentuk kandang individual yaitu panggung rendah sehingga menimbulkan kehangatan bagi pedet dan berpebgaruh baik terhadap kesehatan pedet. Kandang pedet lepas sapih sebaiknya berupa kandang keompok agar pedet-pedet tersebut lebih leluasa dalam pergerakkan.

  • Kandang sapi dara
    Sapi dara dapat ditempatkanpada kandang kelompok dan tidak diikat untuk memudahkan dalam pengontrolan masa birahi.

  • Kandang sapi laktasi
    Kandang sapi laktasi ada dua macam, yaitu sistem stall dan loose housing. Sistem stall dapat dibuat dalam bentuk tunggal atau ganda, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, sapi ditempatkan satu baris. Sementara pada tipe ganda, sapi ditempatkan dua baris dan saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara dua baris tersebut, perlu diberi jalur untuk jalan. agar sapi selalu bersih dan nyaman, got pada kandang stall harus dibuat tepat dibelakang kaki sapi. Selain itu, alas kandang juga perlu diberi karpet dari karet dengan tujuan untuk meningkatkan kenyamanan sapi, membantu sapi selalu bersih, dan mencegah masalah kerusakan pada kuku sapi.

    Loose housing membutuhkan lahan yang luas. akhir-akhir ini, tipe kandang ini semakin populer dengan fleksibilitas dalam pengaturan sehingga mudah diperluas bila jumlah ternak yang dipelihara meningkat. Dalam kandang ini, sapi perah mendapat kesempatan bergerak serta mendapatkan udara segar dan sinar matahari yang cukup. Hal-hal yang perlu disediakan dalam kandang sistem loose housing adalah:
    • Tempat pakan dan tempat minum yang cukup
    • Loafing area, tempat istirahat bagi ternak
    • Isolation area, tempat yang digunakanuntuk sapi yang akan melahirkan atau melakukan perawatan
    • Milking pardor, tempat pemerahan

Selasa, 06 September 2011

Mutu Telur

Jika dalam proses terbentuknya telur terjadi gangguan, yaitu terdapat tahapan yang tak berlangsung sebgaimana mestinya, maka telur yang dihasilkan menjadi tidak normal. Misalnya, kerabang telur keriput, telur berlumuran darah, kerabang lunak, telur tanpa kerabang, telur dengan dua kuning telur, telur tanpa kuning telur, dan sebagainya.

  1. Kerabang telur keriput.
    Peristiwa ini terjadi karena adanya gangguan dalam penambahan zat penyusun, sehingga lapisanya melipat. Adapun penyebab utamanya adalah karena ayam terserang IB, atau karena terjadi tekanan pada telur didalam uterus pada saat berlangsungnya penambahan calsium.

  2. Telur berlumuran darah
    Hal ini terjadi karena alat reproduksi ayam (kloaka) mengalami perdarahan, akibat ayam terlalu gemuk pada saat mulai bertelur.

  3. Telur tanpa kerabang.
    Kondisi semacam ini terjadi karena kerabang telur sangat tipis, sehingga bentuk telur pun berubah. Adapun yang menjadi penyebab utamanya adalah karena ayam belum siap untuk bertelur, ransum kekurangan calcium, atau ayam terserang IB.

  4. Telur dengan dua kuning telur.
    Hal ini terjadi karena sel telur yang dilepaskan pada saat ovulasi (pelepasan sel telur) kedalam infundibulum, berjumlah dua buah atau lebih dan terjadi secara bersama-sama. Sementara, proses pembentukan telur berlangsung terus.

  5. Telur tanpa kuning telur.
    Hal ini terjadi karena pada saat ayam terkejut atau stres, disekresikan cairan putih yang kemudian dibungkus dengan bahan pembentuk kerabang seperti halnya yang terjadi pada pembentukan telur yang normal.