Senin, 16 November 2009

Sampai Kapan Kita Bisa Bertahan?

Hari minggu kemarin saya main ke farm saudara sepupu saya, biasa sekedar ngobrol ngalor-ngidul ngomongin dunia usaha per-ayaman ini. Saya lihat populasi ne masih penuh, bahkan pulet yang baru naik batrei juga banyak, kandang kuthuk anya pun juga terisi. "Wah.... masih full power mas...., pasti masih banyak dong amunisi ne..." gitu sapa saya. "Banyak apa ne....., iki modal putar e selep ku katut kabeh..." Jawabnya.

Memang selain punya farm kakak saya ini juga punya penggilingan padi, jadi disaat yang genting seperti ini aset nya sebagian di gunakan untuk nomboki kandangya dulu, dan disaat harga membaik, plus nya dari kandang nya pun dikembalikan lagi untuk putaran usaha penggilingan padinya.

Saya pun jadi terbayang, betapa beratnya kondisi para peternak murni, dalam arti peternak yang tidak memilik usaha lain selain peternakan ayam nya tersebut. Tentu saja mereka bertahan dengan penuh luka menggunakan sisa-sisa peluru yang ada. Bener deh... kasian... termasuk saya juga. Bahkan, saya dapat kabar juga, ada peternak murni dengan populasi 100 ribuan, saat ini pun juga mengeluh kalau peluru nya pun tinggal bisa buat bertahan untuk 2-3 bulan ke depan.

Tapi yang jelas kita tidak sendiri, semua juga mengalami, semakin besar populasi kita, semakin besar juga luka yang ada. Yang jelas kalau kita mau bertahan harus selalu menggunakan logika yang benar, afkir yang kurang produktif, masukan DOC untuk regenerasi nanti. Kalo tetep aja sampai khutukan kita besar harga tetep belum membaik... ya udah kita jual aja bersama-sama, hehehhe. Setidaknya kebersamaan ini tetep ada aja bagi para peternak. Dan akhir kata, Yo wis.... dilakoni ae.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar