Selasa, 20 Oktober 2009

Sebuah pemikiran.....

Setelah naik beberapa hari harga telur kembali turun bahkan sampai di bawah 10rb, dan sampai sekarang kondisi pasar pun belum menunjukkan trend naik. Banyak pertanyaan kapan harga naik dikalangan peternak, dan mengapa kondisi pasar tidak seperti biasanya begitulah teman-teman pedagang? Mencoba mencari tahu jawaban dari pertanyaan diatas, timbul dua pertanyaan besar :

Apakah konsumsi telur dimasyarakat sudah tidak tinggi??. Menurut survei yang dilakukan Balai Penelitian Ternak tahun 2008, konsumsi telur di Indonesia hanya 75 butir per tahun per kapita. Di negara maju konsumsi telur sudah mencapai 330 butir per kapita per tahun atau hampir satu butir perhari. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia saat ini berada di peringkat terbawah kedua setelah Vietnam dalam konsumsi telur. Berdasarkan data ini, kita patut optimis dengan potensi bisnis per"endogan" masih terbuka lebar dan memberi jawaban tidak dari pertanyaan diatas. Namun optimisme tersebut mendapat tantangan yang besar, berdasarkan hasil survei secara nasional yang dikeluarkan Departeman Pertanian, dalam sebuah keluarga anggaran konsumsi rokok justru jauh lebih besar dibanding dengan konsumsi telur setiap harinya (sumber : www.vet-klinik.com). kalau boleh saya tambahkan, konsumsi telur juga jauh lebih kecil daripada belanja pulsa. Tidak cuma itu, ada satu hal yang jika diinformasikan kurang tepat atau di terima secara mentah tentang tingginya kadar kolesterol dalam kuning telur yang bisa mengakibatkan masyarakat takut mengkonsumsi telur. yang saya tahu para atlet bahkan para pecinta makanan organik memasukkan telur (putih telur) pada menu hariannya.

Apakah harga telur mahal? Jika pertanyaan tersebut muncul, sebetulnya pada kisaran berapa harga telur yang diinginkan?? Saya yakin semua cukup mengerti akan hukum supply-demand pada pasar telur, dimana harga sepenuhnya ikut mekanisme pasar dimana tingkat supply atau demand tidak ada yang bisa mengontrol. artinya : dari sisi supply farm tidak bisa membatasi supply dengan tujuan tercipta harga yang stabil diatas BEP. Dari sisi demand, pembeli (pedagang) tidak bisa menahan harga supaya harga tidak naik pada saat terjadi kenaikan harga, bahkan jika pada kondisi "butuh" berapapun harga yang tercipta, oleh konsumen akan dibeli juga.

Lha… trus gimana???
Untung / bathi / profit, merupakan sesuatu yang dicari dalam bisnis tidak terkecuali bisnis perteluran. Farm sebagai pihak produsen berharap harga bisa diatas BEP, hitungan sederhananya jika harga pakan jadi (misal) Rp. 3500 dengan asumsi FC 2.5 dan beaya operasional di hitung rata-rata Rp. 1500 per kilo telur, maka harga yang diharapkan tentunya diatas Rp. 10250. Bagi pedagang, kondisi harga turun menunjukkan pasar sedang sepi dan artinya pedagang harus bekerja ekstra keras agar omzet tidak turun dan barang terdisitribusi lancar dan tetap dapat untung. Jika memang seperti ini, semua pihak tentunya lebih senang pada kondisi pasar (permintaan) normal bahkan cenderung meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar