Minggu, 31 Januari 2010

Avian Inflenza (AI)

Avian Inflenza (AI) merupakan penyakit virus yang mempengaruhi sistem pernapasan, pencernaan, reproduksi dan syaraf pada berbagai spesies burung. Virua AI sangat bervariasi dalam kemampuanya mengakibatkan penyakit (patogenisitas) dan kemampuanya menyebar diantara burung. spesies burung liar biasanya tidak menunjukan gejala klinis, tetapi beberapa virus AI menyebabkan penyakit yang parah dan kematian pada ayam dan kalkun.

Avian Inflenza (AI) buakn merupakan penyakit baru. Penyakit ini pertama kali terjadi di italia tahun 1878 dan dikenal dengan fowl plaque. Departemen pertanian menyatakan secara resmi adanya AI di indonesia pada tanggal 25 januari 2004. Penyakit ditandai dengan kematian tinggi dan tidak dapat dibendung denga antibiotik.

Kerugian yang ditimbulkan bervariasi tergantung dari strain virus, spesies unggas yang terserang penyakit AI, metode kontrol dan ketepatan strategi kontrol atau pembasmian. Kerugian langsung akibat AI meliputi, angka kesakitan dan kematian yang tinggi, depopulasi dan peningkatan biaya, khususnya biaya sanitasi/desinfeksi.

Avian Inflenza (AI) disebabkan oleh virus family Orthomyxoviridae, genus influenza virus A. Partikel virusnya mempunyai amplop dengan glikoprotein yang mempunyai aktifitas hemagglutinasi (HA) dan neuraminidase (NA). HA dan NA merupakan pokok identifikasi serologi dari virus influenza, ada 15 antigen haemagglutinin dan 9 neuraminidase. Subtipe yang ada di indonesia saat ini adalah H5N1.

Haemagglutinin adalah molekul glikoprotein selubung virus yang berfungsi untuk mengikatkan virus ke reseptor sel target dan mengawali terjadinya infeksi. Neuraminidase adalah enzim yang dibutuhkan virus untuk melepas keturunan virus dari sel yang terinfeksi. Enzim HA dan NA keduanya dapat merangsang pembentukan kekebalan tubuh.

Virus AI relatif tidak stabil di lingkungan. Virus ini dapat di inaktifkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti: panas (suhu 80derajat celcius selama 1 menit dan 64 derajat celcius selama 5 menit), pH yang ekstrem dan kekeringan. Karena virus ini mempunyai membran lipid dibagian luarnya, maka peka terhadap pelarut organik, detergen dan desinfektan, yaitu ammonium kuarterner, aldeheide dan iodine. Virus AI terlindung olleh bahan organik yang ada dalam kandang seperti lendir, darah dan feses. Didalam fese dapat bertahan selama 7 hari pada suhu 20 derajat celcius.

Gejala penyakit

Masa inkubasi berkisar antara beberapa jam sampai 3 hari. Gejala klinis sangat bervariasi tergantung faktor spesies yang terserang, umur, jenis kelamin, kekebalan tubuh dan faktor lingkungan. Tingkat keganasan virus AI dibedakan menjadi 2 yaitu: High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Phatogenic Avian Influenza (LPAI). Tingkat keganasan virus AI merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap gambaran gejala klinis.

1. LPAI

Merupakan bentuk ringan (kurang virulen), tidak diikuti infeksi sekunder. Pada unggas liar tidak menimbulkan gejala klinis. Pada unggas domestik menimbulkan penurunan produksi dengan kualitas kerabang lembek atau berhenti sama sekali. Perubahan lain yang dapat dijumpai yaitu gangguan pernapassan( batuk,bersin, ngorok), anoreksia (tidak ada nafsu makan), depresi, dan kematian yang rendah tapi cenderung meningkat.

Perubahan bedah bangkai (patologi anatomi) LPAI yaitu: terjadi radang pada proventikulus pada daerah dekat perbatasan dengan ventrikulus, pankreas berwarna merah dan kuning muda, sinusitis, trakea terdapat lendir serous sampai kaseus, kantung udara menebal mengandung lendir, peritonitis, pembengkakan ginjal dan pengendapan asam urat.

2. HPAI

merupakan bentuk akut yang ditandai proses penyakit cepat disertai dengan kematian tinggi, produksi telur berhenti atau menurun drastis, gangguan pernapasan (batuk,bersin, ngorok, lakrimasi), sinusitis, edema kepala dan muka, perdarahan jaringan dibawah kulit diikuti kebiruan pada kulit teruutama kaki, kepala dan pial. Pada kasus perakut, penyakit berlangsung cepat, ayam mati mendadak tanpa ada perubahan yang dapat teramati. Angka kematian dan kesakitan bervariasi tergantung jenis unggas, umur, keadaan lingkungan (kadar amonia, kepadatan kandang, ventilasi), dan ada tidaknya infeksi sekunder. Angka kematian dan kesakitan akibat HPAI mencapai 100%, kematian biasanya meningkat antara 10-50 kali dari hari ke hari sebelumnya dan mencapai puncak pada hari ke 6 s/d ke 7 sejak timbul gejala klinis. Perubahan pada organ dalam bervariasi, pada umumnya terjadi perdarahan permukaan mukosa dan kematian jaringan pada organ dalam. Perubhan ini terutama terjadi pada epikardium, otot dada dan mukosa proventrikulus dan ventrikulus. Mukosa usus terjadi area perdarahan, khususnya pada foci limfoid termasuk seca tonsil. Perubahan ini tidak bisa dibedakan dengan Velogenic Viscerotopic Newcastle Disease.

Ayam mengalami diare dari warna hijau muda dan selanjutnya berubah menjadi putih. Kaki diantara lutut dan jari mempunyai daerah haemorrhagi diffuse (perdarahan merata). Gejala pernapasan tergantung pada tingkat keparahan trakea. Jumlah lendir yang terkumpul dapat bervariasi.

Pada ayam pedaging, gejala penyakit sering kali tidak terlalu kelihatan dengan depresi yang parah, tidak ada napsu makan dan terjadi kenaikan kematian yang pertama kali terlihat. Edema pada muka dan leher dan gejala syaraf seperti torticolis dan ataxia juga bisa ditemukan. Pada itik lokal dan angsa gejala klinisnya: depresi, tidak ada napsu makan dan diare seperti halnya pada ayam petelur dan seringkali juga disertai pembengkakan sinus. Itik muda terlihat adanya gejala syaraf.


Penularan Penyakit

Virus AI dikeluarkan dari hidung, mulut konjungtiva dan kloaka unggas yang terinfeksi. Hal ini karena virus AI berkembang biak dalam saluran pernapasan, pencernaan, ginjal dan atau sistem reproduksi.

Masa inkbasi bervariasi dari beberapa jam sampai 3 hari pada individual unggas yang terinfeksi atau sampai 14 hari dalam flok ayam. Virus ditularkan dengan kontak langsung dari unggas yang terinfeksi dari saluran pernapaan, konjunktiva dan tinja. Penularan juga dapat secara tidak langsung misal melalui debau yang mengandung virus AI, ransum, air minum, perlatan kandang dn lain-lain.Kurang ada data yang mendukung penularan AI secara vertikal. Induk yang terinfeksi akan mengahsilkan telur dengan kerabang yang tekontaminasi virus tetapi telur yang tercemar ini tidak akan menetas.

Pengendalian Penyakit

  1. Bio sekuriti. Sangat penting untuk mengontrol kasus AI, yaitu untuk mencegah masuknya AI ke populasi unggas dari sumber alami, dan mengontrol penyebaran dari dan antar peternakan. Prinsip biosekuriti mencakup 3 hal, yaitu meminimalkan keberadaan agen penyakit, meminimalkan kesempatan agen penyakit berhubungan dengan induk semang, dan membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak kondusif untuk kehidupan agen penyakit. Berbagai tindakan yang dapat dilakukan peternak yaitu: desinfeksi kandang dan peralatan kandang, kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan, mengenakan baju khusus untuk bekerja di kandang, melarang orang masuk bagi yang tidak berkepentingan ke kandang, dan meminimalkan masuknya burung/unggas liar ke peternakan.
  2. Vaksinasi. Yang digunakan adalah vaksin inaktif yang mengandung strain virus yang homolog(sama) dengan subtipe isolat lokal(H5N1). Program vaksinasi hanya dilakukan di daerah tertular, secara massal terhadap seluruh unggas sehat dengan penyuntikan secara individual dan jika diperlukan vaksinasi ulang (booster). Vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam (100%) di daerah tertular. Penggunaan vaksin memerlukan pemeriksaan serulogis pada 3-4 minggu post vaksinasi untuk memastikan potensi vaksin. Standar dari OIE (Office International des Epizooties)/Oragnisasi dunia untuk kesehatan hewan adalah 3 minggu post vaksinasi minimal terbentuk antibodi 2^4(16).



----semoga bermanfaat----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar